Sunday, 2 March 2014

Napak Tilas Jendral Sudirman di Kabupaten Pacitan


Napak Tilas Jendral Sudirman di Kabupaten Pacitan
A.    Letak Monumen Jendral Sudirman
                Dilihat Dari Depan                                                         Dilihat Dari Atas
Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, kini mempunyai obyek wisata sejarah berkelas internasional, menyusul diresmikannya Pengembangan dan Revitalisasi Kawasan Wisata Sejarah Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman, Senin (15/12) petang di Pakis Baru, Kecamatan Nawangan. Mesipun akses jalan menuju Monumen Jendral Sudirman ini lumayan sulit, tidak menyurutkan pengunjung atau wisatawan-wisatawan yang berdatangan dari luar kota, terutama para sejarahwan. Para wisatawan justru senang dengan jalan menuju desa Pakis Baru ini karena panorama-panorama pemandangan alam yang ada disepanjang jalan sangat memikat mata dan hati para wisatawan.
B.     Markas Gerliya Jendral Sudirman
Markas Gerliya Sekaligus Rumah persinggahan
  Di kawasan wisata sejarah ini, salah satu yang menarik adalah sebuah rumah yang dijadikan Markas Gerilya oleh Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman. Rumah milik Karsosoemito, seorang bayan di dukuh sobo ini, selama 3 bulan 28 hari (107 hari), sejak tanggal 1 April 1949 sampai 7 Juli 1949, digunakan sebagai markas oleh Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman. "Sebelum sampai di rumah Karsosoemito, Jenderal Soedirman menginap di rumah Jaswadi Darmowidodo, Kepala Desa Pakis ketika itu, yang berjarak 7 kilometer dari Dukuh Sobo. Di Rumah Markas Gerilya ini Jenderal Soedirman bersosialisasi dan bergabung dengan masyarakat setempat. Jenderal Soedirman sampai di Pakis Baru, Nawangan, Kabupaten Pacitan, setelah hampir 7 bulan bergerilya keluar masuk hutan, naik turun gunung, dan menjelajah kampung. Kalau Anda berkunjung ke rumah bersejarah ini, Anda dapat menyaksikan dan merasakan betapa dahsyatnya perjuangan Jenderal Soedirman. Medan jalan yang berkelok-kelok, naik-turun pebukitan dengan jurang yang dalam di salah satu sisi jalan.
Tentu saja alam sekitar yang indah dan berudara sejuk, bahkan mungkin dirasakan sebagian orang sebagai sangat dingin. "Dari arah mana pun perjalanan menuju Pakis Baru, yang dirasakan adalah jalan yang penuh tantangan. Kita bisa merasakan betapa gigihnya perjuangan Jenderal Besar Soedirman, walau dalam kondisi sakit-sakitan," kata Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Markas Gerilya Jenderal Soedirman ini terletak 32 km arah timur dari pusat pemerintahan di Kabupaten Pacitan. Dapat ditempuh dengan kendaraan mobil selama satu jam perjalanan. Rumah ini juga dapat ditempuh dari Kota Solo, Jawa Tengah, dengan perjalanan darat selama kurang lebih 3 jam. Atau melalui Yogyakarta selama 4 jam perjalanan. Tidak jauh dari Markas Gerilya ini, sekitar 2 km, terdapat kompleks Monumen Patung Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman yang sangat megah.
Tentang Markas Gerilya ini, Direktur Permuseuman Ditjen Sejarah dan Purbakala Depbudpar, Intan, mengatakan, Jenderal Soedirman menjadikannya sebagai tempat bersosialisasi dan bergabung dengan masyarakat setempat. Selain itu, beliau melakukan aktivitas secara teratur, serta dapat mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah di Yogyakarta. "Kegiatan Beliau di rumah ini antara lain menyusun perintah-perintah harian serta petunjuk dan amanat, baik untuk tentara maupun masyarakat," katanya.
Dari rumah yang dijadikan Markas Gerilya ini, Jenderal Soedirman selalu berkomunikasi dengan para panglima dan komandan di berbagai daerah yang dilakukan melalui caraka (kurir). Menurut seorang saksi mata, Padi (66), anak dari Karsosoemito, pemilik rumah, yang ketika itu berusia 7 tahun, banyak komandan pasukan maupun pejabat pemerintahan yang datang ke Sobo untuk minta petunjuk "sesepuh".  "Masyarakat menyebutnya sesepuh atau orang sakti. Saya tidak tahu kalau yang tinggal di rumah itu Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman. Hampir setiap pagi, saya dipanggil 'sesepuh' untuk sarapan bubur. Karena dalam kondisi sakit, 'sesepuh' di luar kesibukannya mengatur strategi perang, dan memberi amanat, beliau setiap pagi berjemur sinar matahari. Ajudan beliau ketika itu Soepardjo Rustam dan Tjokro Pranolo atau waktu itu dipanggil Pak Noli," kata Padi mengenang. Ia sekarang jadi penjaga Markas Gerilya ini, dengan gaji bulanan total sebesar Rp750.000.
Lebih jauh Direktur Permuseuman Intan mengatakan, di Markas Gerilya ini Jenderal Besar Soedirman sibuk mengatur komunikasi dengan para petinggi militer. Melalui Letkol Soeharto, Jenderal Soedirman juga berkomunikasi intensif dengan Sri Sultan HB IX di Yogyakarta. "Setelah Perjanjian Roem-Royen disahkan pada tanggal 7 Mei 1949 dan Pemerintah Indonesia-Belanda sepakat untuk mengakhiri permusuhan, maka Panglima Besar Jenderal Soedirman merencanakan untuk kembali ke Yogyakarta. Akhirnya 7 Juli 1949, setelah dibujuk oleh berbagai pihak, Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman meninggalkan rumah ini, kembali menuju Yogyakarta," jelasnya.

C.     Peristiwa Di Markas Gerliya
Sebagai rumah bersejarah, wisatawan bisa melihat situasi dan kondisi rumah yang dijadikan Markas Perang Gerilya ini. Rumah yang menghadap ke arah utara ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan yang disambungkan dengan bagian belakang. Rumah bagian depan berbentuk empat persegi panjang, berukuran 11,5 x 7,25 meter persegi, sedangkan rumah bagian belakang berukuran 10,2 x 7,3 meter persegi. Rumah ini berlantaikan tanah liat. Rumah bagian depan dindingnya terbuat dari papan kayu (gebyok). Sementara rumah bagian belakang dindingnya terbuat dari anyaman bambu (gedhek). Pada ruangan depan terdapat 2 buah pintu, dan terdapat tiang-tiang kayu yang menyangga konstruksi atap. Di ruangan ini juga terdapat 4 buah kamar tidur, yang salah satunya merupakan kamar tidur Panglima Besar Soedirman. Kamar tidur lainnya pernah ditempati ajudan Beliau, yaitu Soepardjo Rustam dan Tjokro Pranolo. Di masa gerilya di ruangan rumah terdapat satu set meja dan kursi tamu yang terbuat dari kayu serta balai-balai dari bambu. Ruang bagian belakang, yang diduga dimanfaatkan sebagai dapur dan tempat penyimpanan berbagai peralatan, tidak terdapat kamar. Pada rumah bagian belakang ini juga terdapat tiang-tiang serta terdapat sebuah pintu. Atap rumah berbentuk dua buah limasan yang disambungkan dengan talang di tengahnya. Genting penutup atap rumah terbuat dari tanah liat. Untuk lebih memberikan informasi tentang arti penting rumah bersejarah Markas Gerilya ini, di dalam rumah kini dilakukan penataan berupa pemasangan papan informasi, foto koleksi, dan perabotan. Di depan rumah disajikan sekilas tentang sejarah dan rute Perang Gerilya, sejak berangkat hingga kembali ke Yogyakarta. Di rumah bagian depan, dipamerkan kamar tidur Panglima Besar Soedirman, serta foto-foto Beliau ketika foto bersama dengan masyarakat di depan rumah bersejarah ini. Juga foto ketika berangkat bergerilya dan ketika Beliau pulang ke Yogyakarta. Selain itu, di runag depan juga disajikan tiruan tandu, meja-kursi tamu, dan tempat tidur pengawal/ajudan Beliau. Di ruang bagian belakang terdapat peralatan audiovisual, untuk menyaksikan tayangan tentang Panglima Besar Jenderal Besar Soedirman. Juga bisa dilihat peralatan dapur, alat-alat memasak, tempayan, dan peralatan lainnya. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi rumah bersejarah ini, juga dipamerkan baju hangat yang dipakai Jenderal Soedirman, ikat kepala warna hitam, dan keris, yang dipinjamkan sementara dari Museum Jenderal Besar Soedirman.

D.    Monumen Jendral Sudirman Diresmikan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Presiden RI
Monumen Jendral Sudirman ini memiliki daya tarik yang sangat kuat bagi wisatawan, terutama para sejarahwan. Disini terdapat patung dari Panglima Besar Jendral Sudirman yang sangat tinggi dan besar. Patung tersebut terletak  dibagian paling atas dari monumen tepatnya diatas bukit yang menjadi saksi sejarah perjuangan Pangsar Jendral Sudirman. Untuk mencapai lokasi harus menempuh 3 jalur tangga (berundak). Dari bawah tangga yang pertama berjumlah 45, yang kedua berjumlah 8 dan yang ketiga berjumlah 17. Nilai yang filosofi  terkandung dari banyaknya jumlah tangga ini adalah hari kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu 17-08-1945. Dahulu dimonumen ini hanya terdapat sebuah patung dan plataran-plataran tangga tersebut. Tetapi pada tahun 2008 dilakukannya rehabilitas secara besar-besaran. Kemudian pada tahun 2009 monumen ini telah diresmikan oleh presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai salah satu Kawasan Wisata Sejarah di Indonesia. Kawasan ini akan terus di­kembangkan, sehingga ke depan akan menjadi salah satu kawasan wisata sejarah seperti halnya di Blitar dengan Museum dan Ma­kam Bung Karno, dan Trowulan Mojokerto dengan peninggalan Kerajaan Majapahitnya.
Selain adanya patung, dimonumen ini juga terdapat berbagai macam relief dan miniatur.Relief dan miniatur ini menggambarkan perlawanan rakyat Indonesia yang dipimpin oleh Pangsar Jendral Sudirman saat melawan Belanda dulu. Relief-relief ini terletak sipinggiran monumen dengan variasi yang bermacam-macam. Sedangkan miniaturnya terdapat didalam gedung monumen. Disepanjang jalan sebelum memasuki kawas­an ini, ada delapan pintu ger­bang berbentuk tugu kanan kiri yang bertuliskan pesan Jenderal Soedirman. Diantaranya adalah sepertiKe­merdekaan Sudah di Genggam Jangan Dilepaskanatau Walau Dengan Satu Paru-Paru dan Ditandu Pantang Menyerah, dan masih banyak yang lainnya. Ini dimaksudkan agar dapat menjadi semangat wisatawan yang datang dalam membela bangsa dan negara Indonesia ini. Yang paling menarik dari serangkaian tempat wisata ini adalah sebuah rumah tua, dimana merupakan rumah Pangsar Jendral Sudirman pernah tinggal. Rumah ini terletak kurang lebih 2 Km dari monumen. Rumah bekas markas geril­ya Pangsar Jenderal Soedirman ini terdiri dari dua bangian, bagian depan di­sambungkan dengan bagian belakang. Rumah bagian depan berbentuk empat persegi panjang, 11,5 x 7,25 meter per­segi, sedangkan bagian bela­kang berukuran 10,2 x 7,3 me­ter persegi. Di masa perjuangan, di sini tempat menyusun strategi penyerangan dan bertahan dari serangan musuh. Rumah ini juga dilengkapi dapur dan ruang untuk menyimpan perbekalan atau alat-alat perang. Pada masa perjuangan, ba­gian depan rumah, dilengkapi satu set meja – kursi yang ter­buat dari kayu. Didalam rumah tersebut juga terdapat sebuah ruangan yang merupakan kamar atau tempat tidur dari Pangsar Jendral Sudirman dulu. Tetapi ruangan tersebut tidak boleh dibuka karena dianggap sakral sehingga tidak sembarangan orang dapat masuk. Rumah ini sengaja tidak boleh dibangun, hanya saja renovasi kecil-kecilan yang diperbolehkan. Hal ini ditujukan agar tempat sejarah tersebut tetap asli dan nilai historynya tidak hilang. Selain itu di monumen ini juga tersapat banyak villa yang ditujukan untuk wisatawan wisatawan dari luar kota. Villa tersebut terletak dibelakang patung, sehingga wisatawan-wisatawan yang menginap dapat menikmati pemangdangan alam yang begitu indah. Disamping villa juga terdapat 2 lapangan helycopter. Ini digunakan apabila ada TNI yang akan melakukan kegiatan di monumen dengan membawa helycopter.
 
Rombongan Presiden RI
Kemudian jarak 1 Km sebelum sampai dimonumen terdapat sebuah makam pendiri dari monumen Jendral Sudirman ini yaitu bapak Roto Soewarno. Tempat ini juga sering dikunjungi oleh wisatawan setelah dari monumen. Biasannya para wisatawan menabur bunga dan berdo’a didalam makam.
Demikianlah deskripsi tentang monumen Jendral Sudirman ini, masih banyak lagi keindahan-keindahan yang menjadi daya tarik tersendiri. Tidak akan ada ruginya bila berkunjung ke tempat ini khususnya para ilmuan sejarah. Karena dari kawasan wisata  ini dapat memperoleh nilai-nilai history yang sangat tinggi.

No comments:

Post a Comment