ABSTRAK
Afid
Andi Sonata, 2016. Analisis Struktur dalam cerita “Asal Usul Gunung Migit dan Pohon Cendana Dusun Margorejo, Desa Punung,
Kecamatan Punung”. Artikel. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Cerita rakyat asal usul gunung migit dan
pohon cendana sebagai cerita yang ada di desa Punung, cerita tersebut
berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar dan juga mengandung sejarah pada
zaman penjajahan. Namun cerita ini belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
struktur asal usul Gunung Migit dan Pohon Cendana, dengan menggunakan kajian
strukturalisme berfokus pada strukturnya. Gunung Migit merupan nama tempat
sekaligus sebagai gunung yang ada didesa Punung, sedangkan Cendana merupakan
sebuah pohon yang mempunyai ciri, akarnya berbau harum. Cerita ini bertempat di
Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, masuk dalam suatu
kajian ilmu yaitu Folklor. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif
karena data yang digunakan berupa kata-kata atau kalimat. Hasil dari penelitian
ini adalah terdapat struktur dalam cerita asal usul gunung Migit dan Pohon
cendana. Struktur yang terkandung dalam cerita tersebut adalah berupa tema,
tokoh, alur atau plot, pelataran, sudut pandang, style, pesan atau amanat.
Kata kunci: cerita rakyat, gunung Migit,
Cendana.
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Karya sastra adalah suatu bentuk dari seni kreatif
yang mempunyai objek adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa
sebagai mediumnya. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan
ekspresi dan keagiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya
sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Karya sastra dibedakan atas
puisi, drama, dan prosa. Sastra prosa juga beragam seperti cerpen, folklor,
roman dan novel.
Sastra daerah yang berbentuk lisan maupun tulisan
merupakan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Salah satu sastra daerah yang perlu
dilestarikan adalah sastra lisan. Sastra lisan merupakan warisan leluhur kita
yang mengandung banyak nilai budaya untuk melestarikan sastra daerah. Cerita
yang diterima dari pendahulu, kemudian kepada penerus yang disampaikan dalam
bentuk cerita tutur atau dari mulut ke mulut. Setiap wilayah tentunya mempunyai
legenda yang dituturkan secara lisan.
Cerita rakyat yang pada awalnya dilisankan sebagai
penghibur, berfungsi untuk menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral,
namun sekarang posisinya sudah digeser oleh berbagai bentuk hiburan yang lebih
menarik dalam berbagai jenis siaran melalui televisi, radio, surat kabar, dan
lain sebagainya. Supaya kultur budaya masyarakat tidak tergeser oleh
perkembangan kebudayaan modern, maka berbagai cerita rakyat sebagai sebuah karya seni yang indah dan
luhur sebagai sastra lama patut dilestarikan.
Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra lisan
yang pernah hidup dan dimiliki oleh masyarakat, diwariskan secara lisan dan
turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Cerita rakyat merupakan
buah pikiran yang mengandung bermacam-macam pesan. Cerita rakyat sebagai bagian
dari kebudayaan mengandung berbagai gagasan dan penuh nilai atau makna yang
bermanfat.
Cerita rakyat asal usul Gunung Migit dan Pohon
Cendana sebagai cerita yang ada di Dusun Margorejo, desa Punung, cerita
tersebut berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar dan juga mengandung
sejarah pada zaman penjajahan. Namun cerita ini belum banyak diketahui oleh
banyak orang.
Penelitian ini
layak dan penting dalam berbagai hal, hubungannya dengan sastra dan juga untuk
mengangkat cerita asal-usul nama tempat, yang belum diketahui oleh banyak
orang. Terutama struktur dalam cerita rakyat. Dengan demikian tertuanglah judul
Analisis Struktur Asal Usul Gunung Migit dan Pohon Cendana.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berpijak dari latar belakang di atas terdapat
rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah wujud struktur cerita
rakyat asal usul gunung Migit dan pohon Cendana?
2.
Bagaimanakah analisis struktur cerita
yang terkandung dalam cerita rakyat asal usul gunung Migit dan pohon Cendana?
C.
KAJIAN PUSTAKA
Strukturalisme Sastra
Ratna (2011:88)
secara etimologis struktur berasal dari kata structura, bahasa Latin,
yang berarti bentuk atau bangunan. Strukturalisme merupakan suatu aliran yang
melihat suatu karya sastra sebagai struktur lengkap yang saling berhubungan
secara timbal balik. Teeuw dalam Nurhayati (2012:53) teori strukturalisme
sastra adalah sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan
keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks yang dapat
mengembangkan makna keseluruhan yang dimaksud dapat berupa aliterasi, asonansi,
rima, metafora, metonimi pada sajak, perwatakan, plot, latar, dan sudut pandang
pada prosa.
Abrams (dalam Kasnadi dan Sutejo 2010:2-3)
menegaskan bahwa strukturalisme merupakan sebuah totalitas yang dibangun secara
koherensif oleh berbagai unsur
pembangunnya. Karena itu, sebuah susuna, penegasan, dan gambaran semua bahan
dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama-sama membentuk
totalitas yang indah.
Melihat dari pemaparan para pakar tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa teori strukturalisme merupakan suatu bentuk aliran
struktur lengkap. strukturalisme
menekankan pada keseluruhan relasi antar berbagai unsur teks yang
membentuk kebulatan (totalitas) yang lengkap.
Kasnadi dan Sutejo (2010:6-28) menjelaskan
bahwa kajian struktural dapat dibagi
menjadi beberapa bagian:
a. Tema
Tema merupakan makna yang
terkandung dalam sebuah cerita. Bisa juga diartikan sebagai ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi penciptaan karya sastra.
b. Tokoh
dan penokohan
Tokoh yaitu merujuk pada aktor yang
ada dalam cerita. Sedangkan penokohan merupakan karakter atau perwatakan tokohnya.
Klasifikasi para tokoh dalam cerita fiksi diklarifikasikan menjadi beberapa
jenis:
1) Tokoh
utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama merupakan tokoh yang
ditampilkan dengan frekuensi tinggi, sedangkan tokoh tambahan merupakan
tokoh-tokoh yang hanya sepintas lalu dalam cerita.
2) Tokoh
protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis merupakan tokoh
yang mengemban amanat kebaikan dan menyentuh perasaan, sedangkan tokoh
antagonis merupakan sumber konflik dalam cerita fiksi, atau sering disebut
sebagai tokoh lawan dari protagonis.
3) Tokoh
sederhana dan tokoh bulat.
Tokoh sederhana adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu dan satu watak tertentu juga.
Tokoh sederhana sifatnya datar, monoton dan hanya mencerminkan satu watak tertentu. Tokoh bulat yaitu
menyerupai dengan kehidupan manusia itu sendiri .
4) Tokoh
statis dan tokoh berkembang.
5) Tokoh
statis merupakan tokoh yang tidak mengalami perubahan dan perkembangan
perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh
berkembang memiliki ciri dinamis mereka nberkembang sesuai dengan lingkungan
dimana ia berada.
6) Tokoh
tipikal dan tokoh netral.
Tokoh tipikal merupakan tokoh yang
hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, tetapi banyak ditonjolkan
kualitas pekerjaan atau kebangsaanya.
Tokoh netral merupakan tokoh yang hanya hidup dan ada dalam dunia fiksi.
c. Plot
(alur cerita)
Plot atau alur cerita merupakan
keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita.
d. Setting
(pelataran)
Setting merupakan satu elemen pembentuk
cerita yang sangat penting. Setting merujuk pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diciptakan.
1) Setting
tempat merupakan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita fiksi.
2) Setting
waktu merupakan pada saat (waktu) peristiwa-peristiwa dalam cerita fiksi
terjadi.
3) Setting
peristiwa (sosial) yang melatari peristiwa-peristiwa lainnya.
e. sudut
pandang (point of view)
Sudut pandang adalah sebuah cara
atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana penyajian tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah
karya fiksi.
f.
Style
(gaya)
Style
(gaya pengucapan) yaitu untuk menemukan unsur-unsur keindahan cerita fiksi
berkaitan dengan kontribusi aspek bahasa dalam mengukuhkan efek estetis yang
ditimbulkan.
g. Pesan
(amanat)
Pesan
atau amanat yang dapat digali dari cerita fiksi. Pesan ini dapat berupa pesan
moral yang disampaikan, pesan religius, nilai dan kritik sosial.
D.
MEDOTE PENELITIAN
1.
Jenis Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk menjawab
permasalahan yang ada dalam rumusan masalah. Dengan langkah mencari data di
lapangan dan selanjutnya menganalisis data kualitatif dari lapangan. Pendekatan
dengan melakukan analisis sebuah permasalahan dengan pendekatan secara
holistik, dengan cara melihat secara mendalam, menyeluruh. Pendekatan
kualitatif merupakan prosedur untuk menghasilkan kosakata dasar berupa
kata-kata tertulis maupun lisan. Pendekatan kualitatif yang melibatkan data
lisan didalam bahasa melibatkan apa yang disebut informasi (penutur asli data
yang diteliti). Penutur asli dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun
Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
2.
Data dan Sumber Data
a. Data
Data adalah segala fakta yang dapat
dijadikan bahan untuk menyusun informasi, sedangkan informasi hasil pengolahan
data untuk keperluan penelitian. Data dalam penelitian ini paparan dari hasil
wawancara, berupa cerita asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana Dusun
Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
b. Sumber
Data
Sumber data primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan Sumber data
sekunder merupakan sumber data tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data (Sugiyono, 2011:225). Sumber data primer berupa teks cerita asal-usul
gunung Migit dan pohon Cendana. Sumber data sekunder yang menjadi pendukung yang
berupa skripsi, contoh proposal penelitian, dan buku penunjang lain.
3.
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi menurut Nasution (dalam
Sugiyono 2011:309) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu
pengetahuan. Dalam metode observasi ini, peneliti akan melakukan pengamatan di Dusun
Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung yang akan diteliti oleh peneliti.
Kemudian peneliti mencari calon informan yang akan menjadi sumber data di
lapangan. Observasi ke lapangan dengan cara melihat, mengamati secara langsung
mengenai lokasi penelitian dan tentunya dalam observasi ini peneliti mengenal
lebih jauh masyrakakat di Dusun Margorejo, Desa Punung. Observasi ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana kondisi dilapangan, sehingga peneliti akan lebih
mudah dalam melakukan penelitian Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung,
Kabupaten Pacitan.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali
data secara mendalam yang dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur. Menurut
(Sugiyono, 2011:191) menyatakan bahwa wawancara yang bebas peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya. Informan yang akan di wawancarai dalam penelitian
ini adalah salah satu warga masyarakat asli yang bertempat tinggal di Dusun
Margorejo Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Warga masyarakat
asli tentunya belum banyak terkontaminasi dengan budaya dan bahasa dari luar,
sehingga mereka masih benar-benar mengetahui dengan baik cerita rakyat/legenda
yang ada di Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
Dalam penelitian ini informan yang dijadikan sumber data adalah seseorang yang
sudah tua, dengan umur 70 tahun, peneliti memilih orang yang sudah tua karena
mereka dianggap lebih memahami cerita asal usul nama suatu tempat, yang
terdapat di Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
4.
Metode Simak
Penerapan
metode simak dalam penelitian ini yaitu menyimak penggunaan bahasa yang
digunakan oleh masyarakat Dusun
Margorejo, Desa Punung Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Metode simak yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Teknik
Sadap
Pada teknik ini peneliti harus
berinteraksi dengan informan, dengan adanya interaksi ini akan membuat
wawancara menjadi lebih mendalam.
b. Teknik
Simak Libat Cakap
Kegiatan ini pertama-tama dilakukan
dengan membaur di dalamnya dengan menyimak. Peneliti ikut berinterkasi secara
langsung dan menyimak pembicaraan secara langsung pula. Dalam hal ini keikutsertaan
peneliti dapat aktif yaitu peneliti ikut angkat bicara dalam proses berdialog.
c. Teknik
Simak Bebas Libat Cakap.
Selain berpartisipasi sambil
menyimak, kegiatan menyadap juga dapat dilakukan dengan tidak berpartisipasi
ketika menyimak. Peneliti tidak ikut dalam pembicaraan orang-orang yang saling
berinteraksi. Karena peneliti tidak bertindak sebagai pembicara yang berhadapan
dengan mitra wicara maka penulis dapat dikatakan sebagai pemerhati tentang apa
yang dikatakan oleh orang-orang yang hanyut dalam dialog. Dialog itu tidak
hanya melibatkan dua belah pihak yang berlaku sebagai pembicara dan mitra
wicara tetapi dialog dalam hal ini diartikan secara luas.
d. Teknik
Catat
Pencatatan data dilanjutkan dengan
klarifikasi. Pencatatan ini dilakukan ketika teknik pertama atau kedua selesai,
digunakan dengan menggunakan alat tulis. Teknik ini penulis gunakan setelah
mendengar pembicaraan apabila ada kata yang menunjukkan bentuk karakteristik
dari objek yang diteliti dan segera dicatat.
e. Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian
ini diperlukan untuk melengkapi, dan menguatkan data yang telah diperoleh dari
hasil wawancara.
5.
Teknik Analisis Data
Analisis
data merupakan tahap peneliti menangani langsung permasalahan dengan cara mengolah data yang diperoleh berdasarkan
penelitian di lapangan. Menurut Patton (dalam Moleong, 2006:280) merupakan
suatu proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke suatu pola, kategori
dan satuan uraian dasar. Analisis data menurut Miles and Hibermen (dalam
Sugiyono, 2011:334) adalah sebagai berikut:
a. Reduksi
data
Reduksi data adalah sebagai proses
pemilahan, pemusatan perhatian catatan yang tertulis di lapangan, sehingga data
yang diproleh menjadi sistematis.
b. Penyajian
data
Penyajian data merupakan sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberi adanya penarikan kesimpulan. Maka
merupakan salah satu bentuk analisis data, yang mempermudah peneliti serta
pembaca dalam memahami data dari hasil penelitian. Dalam tahapan ini peneliti
mulai mengidentifikasi unsur-unsur struktur yang terdapat dalam cerita
asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana
E.
HASIL ANALISIS
Dalam bagian hasil analisi ini sebagai
jawaban dari rumusan masalah, yaitu wujud struktur sekaligus analisis asal-usul
gunung Migit dan pohon Cendana yang ada di Dusun Margorejo Desa Punung, berfokus
pada strukturnya.
1. Analisis struktur cerita asal-usul
gunung Jemplo.
Pada
Zaman dahulu ada seorang pengembara yang bernama Karnorejo seorang patih dari
kasultanan yogyakarta, Karnorejo mengembara mencari wangsit. Dalam perjalananya
Karnorejo menyinggahi suatu tempat berupa gunung yang sekelilingnya adalah
hutan belantara. Dalam gunung tersebut terdapat song yang diatasnya ada sebuah
tempat untuk bertapa, Karnorejo melakukan pertapaan di lokasi itu. Empat puluh
hari Karnorejo bertapa mendapatkan wangsit dari alam gaib yaitu sebuah akar
yang menjulang panjang, akar itu adalah akar dari pohon cendana yang tumbuh
besar didalam gunung. Wangsit yang didapat Karnorejo, adalah sebuah Pohon
Cendana yang besarnya melebihi gunung, sehingga Karnorejo memberi nama gunung
itu dengan istilah Migit yang berarti wingit atau angker. Pohon cendana yang
akarnya menjulan panjang memberikan keharuman didaerah sekitar gunung migit
tersebut. Pohon cendana yang berupa wangsit yang didapat Karnorejo adalah gaib,
tetapi pohon cendana itu dibuktikan knyataanya yang tumbuh subur di gunung
migit tetapi tidak sebesar seperti yang diwangsitkan oleh Karnorejo. Pada saat
itu timbullah sebuah nama Margorejo, margo berarti jalan dan rejo berarti baik
jadi margorejo berarti jalan baik.
1) Judul
Judul dalam cerita tersebut adalah
Gunung Migit dan pohon cendana
2) Tokoh
Tokoh dalam cerita asal-usul gunung
Migit dan pohon Cendana. Karnorejo ini yang menjadi petapa dalam sebuah tempat
pertapa di gunung yang mendapat wangsit dari alam gaib sebuah pohon cendana
besar, sehingga gunung yang menjadi tempat pertapa karnorejo disebut Gunung
Migit yang berarti wingit atau angker. Karnorejo adalah pengembara dari
yogyajarta yang mencari tempat pertapaan.
3) Alur
Alur dalam cerita asal-usul gunung Migit
dan pohon Cendana ini memang tidak ada runtutan alur secara pasti, namun dapat
diketahui bahwa memiliki alur campuran.
4) Pelataran
a. Tempat
Tempat dalam cerita tersebut ada di
RT02/RW05, Margorejo, Punung. Sebagian besar gunung tersebut masuk di daerah
Dusun Margorejo, Kecamatan Punung
b. Waktu
Dalam cerita ini waktu pada malam
hari dan siang hari, dijelaskan pada cerita tersebut seorang petapa mendapatkan
wangsit dan dibuktikan adanya pohon cendana yang tumbuh disekitar gunung migit.
5) Sudut
pandang
Sudut pandang merupakan sebuah cara
atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana penyajian tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah
karya fiksi. Karena cerita ini belum dierbitkan oleh pengarang, jadi belum
diketahui sudut pandangnya. Dengan adanya penelitian ini insyaallah sudut
pandangnya akan muncul, seiring dengan perkembangan ilmu, dan kajian.
6) Pesan
atau amanat
Pesan/amanat yang terkandung dalam
cerita ini adalah kita sebagai hamba Allah harus selalu bersyukur terhadap
nikmatnya. Kita dalam berkehidupan sosial harus saling hidup rukun saling
membantu, jangan sampai memiliki sifat kerakusan terhadap kehidupan dunia.
Jangan sampai menentang kehendak Allah.
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya cerita rakyat itu banyak disekitar kita, hanya
saja belum ada yang mengangkatnya sebagai cerita, melalui kajian dua legenda
tersebut dimaksudkan untuk mengangkat cerita rakyat, dalam cerita rakyat itu
memiliki struktur yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan cerita rakyat muncul
di zaman dahulu, yang belum diketahui secara pasti siapa yang menciptakannya.
Dalam cerita tersebut terdapat struktur yang membangun, diantaranya judu,
tokoh, latar, dan pesan atau amanat.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara,
Suwadi. 2009. Metodologi Penelitian
Folklor Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Presindo.
Kasnadi
dan Sutejo. 2010. Kajian Prosa Kiat
Menyisir Dunia Prosa. Ponorogo: P2MP Spectrum.
Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhayati
. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra.
Yogyakarta: Media Perkasa.
Pamungkas,
Sri. 2012. Bahasa Indonesia dalam
Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Andi.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2011. Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono.
2011. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan Kombinasi (mixed metods). Bandung: Angkasa.
Sutopo,
Bakti dan Arif Mustofa. 2015. Kearifan
Lokal dalam Cerita Rakyat Pacitan. Surakarta: Oase Pustaka.
LAMPIRAN
A.
TRANSKRIP
Cerita rakya. Jawa. Pacitan.
|
|
Sukimin. 70 tahun. Petani. Bahasa Jawa
dan Indonesia. SR.
|
Asal
Usul Gunung Migit dan pohon Cendana
Transkrip Kasar
Mbah repot pora mbah. Ora, nyapo tow?.
Mbah aku arep takok mbah. Takok opo Nang. Asal usule jeneng gunung Migit karo
kayu cendono iku piye biyene mbah. Gunung Migit wi disik ke digo topo wong soko
yogjokarto kono seng jenenge Karnorejo. Kwi sopo mbah? Karnorejo kwi patih soko
kadipaten nek yogjo kono deke rene golek gon go topo. La nyopo mbak Karnorejo
atek topo nek gunung kene? Mergo biyen kene iki alas gede gek sepi durung ono
omah koyo sakiki. Gek terus piye mbah? Karnorejo topo enek gunung kene patang
puloh dino oleh wangsit diweruhi kayu cendono seng gedene ngluwihi gunung iki,
gek oyote kwi metu turut ngndi-ngndi. La nyopo tek kur karnorejo seng diweruhi
mbah? La mergo deke topo nek kene gek di dudohi nek gunung iki enek wiit
cendono seng gede. Wit cendono seng gede kuwi seprene enek seng iso delok ora
mbah? Ora eneng nang wit cendono seng gede kwi gaib, tapine seng nyoto enek wet
cndono seng cilik-cilek seprene ijek enek. Ooa alah mbah, gek terus piye mbah?
Bar Karnorejo topo nek gunung iki seng diarani gunung migit seng artine gunung
wingit. Barkuwi dukuhe awake kene dadi duwe jeneng margorejo seng artine margo
yaiku dalan, lan rejo iku mulyo dadine dalan seng mulyo nang. Geh mbah matur
swun. Niki mbah sese kulo tumbaske gudang garam surya. Matur nuwun nang ki mau
simbah lagi kentekan rokok. Hahaha podo-podo mbah aku matur swun
Cerita rakya. Jawa. Pacitan.
|
|
Sokimin. 70 tahun. Petani. Bahasa Jawa
dan Indonesia. SR.
|
Transkrip Halus
Disik sak durunge rame koyo sakiki, ono
petopo jenege Karnorejo soko yogjakarta. Deke topo ono gunung seng katah
kayu-kayu rungkut. Karnorejo topo patang puluh dino deke diwenehi wangsit
diweruhi kayu gede yaiku kayu cendono, seng gedene ngluwihi gunung. Karnorejo
topo ono gunung sengdiarani gunung migit seng artine wingit. Kayu cendono iku
wujudte goib ora ono seng weruhi nangeng buktine ono kayu cendono seng tuwoh
ono gunung migit kuwi tapi ora gede koyo seng di wangsitke. Gunung migit eneke
enek dukuh margorejo seng dwi arti margo iku dalan rejo iku mulyo artine dalan
mulyo.
Cerita rakya. Jawa. Pacitan.
|
|
Sukimin. 70 tahun. Petani. Bahasa Jawa
dan Indonesia. SR.
|
B.
Data Informan
Nama : Sokimin
Umur : 70 tahun
Pekerjaan :
Tani
Pendidikan : SR (sekolah rakyat)
Foto
Dokumentasi
Ketarangan: Foto Informan, Gunung Migit, Kayu Cendana
No comments:
Post a Comment