Monday, 19 September 2016

Cerita Rakyat Folklor

ABSTRAK
Afid Andi Sonata, 2016. Analisis Struktur dalam cerita “Asal Usul Gunung Migit dan Pohon Cendana Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung”. Artikel. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Cerita rakyat asal usul gunung migit dan pohon cendana sebagai cerita yang ada di desa Punung, cerita tersebut berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar dan juga mengandung sejarah pada zaman penjajahan. Namun cerita ini belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur asal usul Gunung Migit dan Pohon Cendana, dengan menggunakan kajian strukturalisme berfokus pada strukturnya. Gunung Migit merupan nama tempat sekaligus sebagai gunung yang ada didesa Punung, sedangkan Cendana merupakan sebuah pohon yang mempunyai ciri, akarnya berbau harum. Cerita ini bertempat di Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, masuk dalam suatu kajian ilmu yaitu Folklor. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif karena data yang digunakan berupa kata-kata atau kalimat. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat struktur dalam cerita asal usul gunung Migit dan Pohon cendana. Struktur yang terkandung dalam cerita tersebut adalah berupa tema, tokoh, alur atau plot, pelataran, sudut pandang, style, pesan atau amanat.
Kata kunci: cerita rakyat, gunung Migit, Cendana.

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Karya sastra adalah suatu bentuk dari seni kreatif yang mempunyai objek adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan keagiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Karya sastra dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Sastra prosa juga beragam seperti cerpen, folklor, roman dan novel.
Sastra daerah yang berbentuk lisan maupun tulisan merupakan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Salah satu sastra daerah yang perlu dilestarikan adalah sastra lisan. Sastra lisan merupakan warisan leluhur kita yang mengandung banyak nilai budaya untuk melestarikan sastra daerah. Cerita yang diterima dari pendahulu, kemudian kepada penerus yang disampaikan dalam bentuk cerita tutur atau dari mulut ke mulut. Setiap wilayah tentunya mempunyai legenda yang dituturkan secara lisan.
Cerita rakyat yang pada awalnya dilisankan sebagai penghibur, berfungsi untuk menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral, namun sekarang posisinya sudah digeser oleh berbagai bentuk hiburan yang lebih menarik dalam berbagai jenis siaran melalui televisi, radio, surat kabar, dan lain sebagainya. Supaya kultur budaya masyarakat tidak tergeser oleh perkembangan kebudayaan modern, maka berbagai cerita rakyat  sebagai sebuah karya seni yang indah dan luhur sebagai sastra lama patut dilestarikan.
Cerita rakyat merupakan bagian dari sastra lisan yang pernah hidup dan dimiliki oleh masyarakat, diwariskan secara lisan dan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Cerita rakyat merupakan buah pikiran yang mengandung bermacam-macam pesan. Cerita rakyat sebagai bagian dari kebudayaan mengandung berbagai gagasan dan penuh nilai atau makna yang bermanfat.
Cerita rakyat asal usul Gunung Migit dan Pohon Cendana sebagai cerita yang ada di Dusun Margorejo, desa Punung, cerita tersebut berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitar dan juga mengandung sejarah pada zaman penjajahan. Namun cerita ini belum banyak diketahui oleh banyak orang.
Penelitian ini layak dan penting dalam berbagai hal, hubungannya dengan sastra dan juga untuk mengangkat cerita asal-usul nama tempat, yang belum diketahui oleh banyak orang. Terutama struktur dalam cerita rakyat. Dengan demikian tertuanglah judul Analisis Struktur Asal Usul Gunung Migit dan Pohon Cendana.
B. RUMUSAN MASALAH
Berpijak dari latar belakang di atas terdapat rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah wujud struktur cerita rakyat asal usul gunung Migit dan pohon Cendana?
2.      Bagaimanakah analisis struktur cerita yang terkandung dalam cerita rakyat asal usul gunung Migit dan pohon Cendana?

C. KAJIAN PUSTAKA
Strukturalisme Sastra
Ratna (2011:88)  secara etimologis struktur berasal dari kata structura, bahasa Latin, yang berarti bentuk atau bangunan. Strukturalisme merupakan suatu aliran yang melihat suatu karya sastra sebagai struktur lengkap yang saling berhubungan secara timbal balik. Teeuw dalam Nurhayati (2012:53) teori strukturalisme sastra adalah sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks. Unsur-unsur teks yang dapat mengembangkan makna keseluruhan yang dimaksud dapat berupa aliterasi, asonansi, rima, metafora, metonimi pada sajak, perwatakan, plot, latar, dan sudut pandang pada prosa.
Abrams (dalam Kasnadi dan Sutejo 2010:2-3) menegaskan bahwa strukturalisme merupakan sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif  oleh berbagai unsur pembangunnya. Karena itu, sebuah susuna, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama-sama membentuk totalitas yang indah.
Melihat dari pemaparan para pakar tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa teori strukturalisme merupakan suatu bentuk aliran struktur lengkap. strukturalisme  menekankan pada keseluruhan relasi antar berbagai unsur teks yang membentuk kebulatan (totalitas) yang lengkap.
Kasnadi dan Sutejo (2010:6-28) menjelaskan bahwa  kajian struktural dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
a.       Tema
Tema merupakan makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Bisa juga diartikan sebagai  ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra.
b.      Tokoh dan penokohan
Tokoh yaitu merujuk pada aktor yang ada dalam cerita. Sedangkan penokohan merupakan karakter atau perwatakan tokohnya. Klasifikasi para tokoh dalam cerita fiksi diklarifikasikan menjadi beberapa jenis:
1)      Tokoh utama dan tokoh tambahan.
Tokoh utama merupakan tokoh yang ditampilkan dengan frekuensi tinggi, sedangkan tokoh tambahan merupakan tokoh-tokoh yang hanya sepintas lalu dalam cerita.
2)      Tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis merupakan tokoh yang mengemban amanat kebaikan dan menyentuh perasaan, sedangkan tokoh antagonis merupakan sumber konflik dalam cerita fiksi, atau sering disebut sebagai tokoh lawan dari protagonis.
3)      Tokoh sederhana dan tokoh bulat.
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu dan satu watak tertentu juga. Tokoh sederhana sifatnya datar, monoton dan hanya mencerminkan  satu watak tertentu. Tokoh bulat yaitu menyerupai dengan kehidupan manusia itu sendiri .
4)      Tokoh statis dan tokoh berkembang.
5)      Tokoh statis merupakan tokoh yang tidak mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang memiliki ciri dinamis mereka nberkembang sesuai dengan lingkungan dimana ia berada.
6)      Tokoh tipikal dan tokoh netral.
Tokoh tipikal merupakan tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, tetapi banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaanya.  Tokoh netral merupakan tokoh yang hanya hidup dan ada dalam dunia fiksi.
c.       Plot (alur cerita)
Plot atau alur cerita merupakan keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita.
d.      Setting (pelataran)
Setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting. Setting merujuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diciptakan.
1)      Setting tempat merupakan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita fiksi.
2)      Setting waktu merupakan pada saat (waktu) peristiwa-peristiwa dalam cerita fiksi terjadi.
3)      Setting peristiwa (sosial) yang melatari peristiwa-peristiwa lainnya.
e.       sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah sebuah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana penyajian tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.
f.        Style (gaya)
Style (gaya pengucapan) yaitu untuk menemukan unsur-unsur keindahan cerita fiksi berkaitan dengan kontribusi aspek bahasa dalam mengukuhkan efek estetis yang ditimbulkan.
g.      Pesan (amanat)
Pesan atau amanat yang dapat digali dari cerita fiksi. Pesan ini dapat berupa pesan moral yang disampaikan, pesan religius, nilai dan kritik sosial.
D. MEDOTE PENELITIAN
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam rumusan masalah. Dengan langkah mencari data di lapangan dan selanjutnya menganalisis data kualitatif dari lapangan. Pendekatan dengan melakukan analisis sebuah permasalahan dengan pendekatan secara holistik, dengan cara melihat secara mendalam, menyeluruh. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur untuk menghasilkan kosakata dasar berupa kata-kata tertulis maupun lisan. Pendekatan kualitatif yang melibatkan data lisan didalam bahasa melibatkan apa yang disebut informasi (penutur asli data yang diteliti). Penutur asli dalam penelitian ini adalah masyarakat Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.

2.      Data dan Sumber Data
a.       Data
Data adalah segala fakta yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun informasi, sedangkan informasi hasil pengolahan data untuk keperluan penelitian. Data dalam penelitian ini paparan dari hasil wawancara, berupa cerita asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
b.      Sumber Data
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan Sumber data sekunder merupakan sumber data tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2011:225). Sumber data primer berupa teks cerita asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana. Sumber data sekunder yang menjadi pendukung yang berupa skripsi, contoh proposal penelitian, dan buku penunjang lain.
3.      Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
a.       Observasi
Observasi menurut Nasution (dalam Sugiyono 2011:309) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Dalam metode observasi ini, peneliti akan melakukan pengamatan di Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung yang akan diteliti oleh peneliti. Kemudian peneliti mencari calon informan yang akan menjadi sumber data di lapangan. Observasi ke lapangan dengan cara melihat, mengamati secara langsung mengenai lokasi penelitian dan tentunya dalam observasi ini peneliti mengenal lebih jauh masyrakakat di Dusun Margorejo, Desa Punung. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi dilapangan, sehingga peneliti akan lebih mudah dalam melakukan penelitian Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.


b.      Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali data secara mendalam yang dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur. Menurut (Sugiyono, 2011:191) menyatakan bahwa wawancara yang bebas peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Informan yang akan di wawancarai dalam penelitian ini adalah salah satu warga masyarakat asli yang bertempat tinggal di Dusun Margorejo Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Warga masyarakat asli tentunya belum banyak terkontaminasi dengan budaya dan bahasa dari luar, sehingga mereka masih benar-benar mengetahui dengan baik cerita rakyat/legenda yang ada di Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Dalam penelitian ini informan yang dijadikan sumber data adalah seseorang yang sudah tua, dengan umur 70 tahun, peneliti memilih orang yang sudah tua karena mereka dianggap lebih memahami cerita asal usul nama suatu tempat, yang terdapat di Dusun Margorejo, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan.
4.      Metode Simak
Penerapan metode simak dalam penelitian ini yaitu menyimak penggunaan bahasa yang digunakan oleh  masyarakat Dusun Margorejo, Desa Punung Kecamatan Punung Kabupaten Pacitan. Metode simak  yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       Teknik Sadap
Pada teknik ini peneliti harus berinteraksi dengan informan, dengan adanya interaksi ini akan membuat wawancara menjadi lebih mendalam.
b.      Teknik Simak Libat Cakap
Kegiatan ini pertama-tama dilakukan dengan membaur di dalamnya dengan menyimak. Peneliti ikut berinterkasi secara langsung dan menyimak pembicaraan secara langsung pula. Dalam hal ini keikutsertaan peneliti dapat aktif yaitu peneliti ikut angkat bicara dalam proses berdialog.
c.       Teknik Simak Bebas Libat Cakap.
Selain berpartisipasi sambil menyimak, kegiatan menyadap juga dapat dilakukan dengan tidak berpartisipasi ketika menyimak. Peneliti tidak ikut dalam pembicaraan orang-orang yang saling berinteraksi. Karena peneliti tidak bertindak sebagai pembicara yang berhadapan dengan mitra wicara maka penulis dapat dikatakan sebagai pemerhati tentang apa yang dikatakan oleh orang-orang yang hanyut dalam dialog. Dialog itu tidak hanya melibatkan dua belah pihak yang berlaku sebagai pembicara dan mitra wicara tetapi dialog dalam hal ini diartikan secara luas.
d.      Teknik Catat
Pencatatan data dilanjutkan dengan klarifikasi. Pencatatan ini dilakukan ketika teknik pertama atau kedua selesai, digunakan dengan menggunakan alat tulis. Teknik ini penulis gunakan setelah mendengar pembicaraan apabila ada kata yang menunjukkan bentuk karakteristik dari objek yang diteliti dan segera dicatat.
e.       Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam penelitian ini diperlukan untuk melengkapi, dan menguatkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara.
5.      Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap peneliti menangani langsung permasalahan  dengan cara mengolah data yang diperoleh berdasarkan penelitian di lapangan. Menurut Patton (dalam Moleong, 2006:280) merupakan suatu proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisis data menurut Miles and Hibermen (dalam Sugiyono, 2011:334) adalah sebagai berikut:



a.       Reduksi data
Reduksi data adalah sebagai proses pemilahan, pemusatan perhatian catatan yang tertulis di lapangan, sehingga data yang diproleh menjadi sistematis.
b.      Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi adanya penarikan kesimpulan. Maka merupakan salah satu bentuk analisis data, yang mempermudah peneliti serta pembaca dalam memahami data dari hasil penelitian. Dalam tahapan ini peneliti mulai mengidentifikasi unsur-unsur struktur yang terdapat dalam cerita asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana

E. HASIL ANALISIS
      Dalam bagian hasil analisi ini sebagai jawaban dari rumusan masalah, yaitu wujud struktur sekaligus analisis asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana yang ada di Dusun Margorejo Desa Punung, berfokus pada strukturnya.
1.      Analisis struktur cerita asal-usul gunung Jemplo.
Pada Zaman dahulu ada seorang pengembara yang bernama Karnorejo seorang patih dari kasultanan yogyakarta, Karnorejo mengembara mencari wangsit. Dalam perjalananya Karnorejo menyinggahi suatu tempat berupa gunung yang sekelilingnya adalah hutan belantara. Dalam gunung tersebut terdapat song yang diatasnya ada sebuah tempat untuk bertapa, Karnorejo melakukan pertapaan di lokasi itu. Empat puluh hari Karnorejo bertapa mendapatkan wangsit dari alam gaib yaitu sebuah akar yang menjulang panjang, akar itu adalah akar dari pohon cendana yang tumbuh besar didalam gunung. Wangsit yang didapat Karnorejo, adalah sebuah Pohon Cendana yang besarnya melebihi gunung, sehingga Karnorejo memberi nama gunung itu dengan istilah Migit yang berarti wingit atau angker. Pohon cendana yang akarnya menjulan panjang memberikan keharuman didaerah sekitar gunung migit tersebut. Pohon cendana yang berupa wangsit yang didapat Karnorejo adalah gaib, tetapi pohon cendana itu dibuktikan knyataanya yang tumbuh subur di gunung migit tetapi tidak sebesar seperti yang diwangsitkan oleh Karnorejo. Pada saat itu timbullah sebuah nama Margorejo, margo berarti jalan dan rejo berarti baik jadi margorejo berarti jalan baik.
1)      Judul
Judul dalam cerita tersebut adalah Gunung Migit dan pohon cendana
2)      Tokoh
Tokoh dalam cerita asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana. Karnorejo ini yang menjadi petapa dalam sebuah tempat pertapa di gunung yang mendapat wangsit dari alam gaib sebuah pohon cendana besar, sehingga gunung yang menjadi tempat pertapa karnorejo disebut Gunung Migit yang berarti wingit atau angker. Karnorejo adalah pengembara dari yogyajarta yang mencari tempat pertapaan.
3)      Alur
Alur dalam cerita asal-usul gunung Migit dan pohon Cendana ini memang tidak ada runtutan alur secara pasti, namun dapat diketahui bahwa memiliki alur campuran.
4)      Pelataran
a.       Tempat
Tempat dalam cerita tersebut ada di RT02/RW05, Margorejo, Punung. Sebagian besar gunung tersebut masuk di daerah Dusun Margorejo, Kecamatan Punung
b.      Waktu
Dalam cerita ini waktu pada malam hari dan siang hari, dijelaskan pada cerita tersebut seorang petapa mendapatkan wangsit dan dibuktikan adanya pohon cendana yang tumbuh disekitar gunung migit.
5)      Sudut pandang
Sudut pandang merupakan sebuah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana penyajian tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi. Karena cerita ini belum dierbitkan oleh pengarang, jadi belum diketahui sudut pandangnya. Dengan adanya penelitian ini insyaallah sudut pandangnya akan muncul, seiring dengan perkembangan ilmu, dan kajian.
6)      Pesan atau amanat
Pesan/amanat yang terkandung dalam cerita ini adalah kita sebagai hamba Allah harus selalu bersyukur terhadap nikmatnya. Kita dalam berkehidupan sosial harus saling hidup rukun saling membantu, jangan sampai memiliki sifat kerakusan terhadap kehidupan dunia. Jangan sampai menentang kehendak Allah.
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya cerita rakyat itu banyak disekitar kita, hanya saja belum ada yang mengangkatnya sebagai cerita, melalui kajian dua legenda tersebut dimaksudkan untuk mengangkat cerita rakyat, dalam cerita rakyat itu memiliki struktur yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan cerita rakyat muncul di zaman dahulu, yang belum diketahui secara pasti siapa yang menciptakannya. Dalam cerita tersebut terdapat struktur yang membangun, diantaranya judu, tokoh, latar, dan pesan atau amanat.







DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwadi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Media Presindo.
Kasnadi dan Sutejo. 2010. Kajian Prosa Kiat Menyisir Dunia Prosa. Ponorogo: P2MP Spectrum.
Moleong, Lexy J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja            Rosdakarya.
Nurhayati . 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Yogyakarta: Media Perkasa.
Pamungkas, Sri. 2012. Bahasa Indonesia dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta: Andi.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (mixed metods). Bandung: Angkasa.
Sutopo, Bakti dan Arif Mustofa. 2015. Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Pacitan. Surakarta: Oase Pustaka.















LAMPIRAN
A. TRANSKRIP
Cerita rakya. Jawa. Pacitan.

Sukimin. 70 tahun. Petani. Bahasa Jawa dan Indonesia. SR.

Asal Usul Gunung Migit dan pohon Cendana
Transkrip Kasar
Mbah repot pora mbah. Ora, nyapo tow?. Mbah aku arep takok mbah. Takok opo Nang. Asal usule jeneng gunung Migit karo kayu cendono iku piye biyene mbah. Gunung Migit wi disik ke digo topo wong soko yogjokarto kono seng jenenge Karnorejo. Kwi sopo mbah? Karnorejo kwi patih soko kadipaten nek yogjo kono deke rene golek gon go topo. La nyopo mbak Karnorejo atek topo nek gunung kene? Mergo biyen kene iki alas gede gek sepi durung ono omah koyo sakiki. Gek terus piye mbah? Karnorejo topo enek gunung kene patang puloh dino oleh wangsit diweruhi kayu cendono seng gedene ngluwihi gunung iki, gek oyote kwi metu turut ngndi-ngndi. La nyopo tek kur karnorejo seng diweruhi mbah? La mergo deke topo nek kene gek di dudohi nek gunung iki enek wiit cendono seng gede. Wit cendono seng gede kuwi seprene enek seng iso delok ora mbah? Ora eneng nang wit cendono seng gede kwi gaib, tapine seng nyoto enek wet cndono seng cilik-cilek seprene ijek enek. Ooa alah mbah, gek terus piye mbah? Bar Karnorejo topo nek gunung iki seng diarani gunung migit seng artine gunung wingit. Barkuwi dukuhe awake kene dadi duwe jeneng margorejo seng artine margo yaiku dalan, lan rejo iku mulyo dadine dalan seng mulyo nang. Geh mbah matur swun. Niki mbah sese kulo tumbaske gudang garam surya. Matur nuwun nang ki mau simbah lagi kentekan rokok. Hahaha podo-podo mbah aku matur swun
Cerita rakya. Jawa. Pacitan.

Sokimin. 70 tahun. Petani. Bahasa Jawa dan Indonesia. SR.

Transkrip Halus
Disik sak durunge rame koyo sakiki, ono petopo jenege Karnorejo soko yogjakarta. Deke topo ono gunung seng katah kayu-kayu rungkut. Karnorejo topo patang puluh dino deke diwenehi wangsit diweruhi kayu gede yaiku kayu cendono, seng gedene ngluwihi gunung. Karnorejo topo ono gunung sengdiarani gunung migit seng artine wingit. Kayu cendono iku wujudte goib ora ono seng weruhi nangeng buktine ono kayu cendono seng tuwoh ono gunung migit kuwi tapi ora gede koyo seng di wangsitke. Gunung migit eneke enek dukuh margorejo seng dwi arti margo iku dalan rejo iku mulyo artine dalan mulyo.
Cerita rakya. Jawa. Pacitan.

Sukimin. 70 tahun. Petani. Bahasa Jawa dan Indonesia. SR.
B. Data Informan
Nama                     : Sokimin
Umur                     : 70 tahun
Pekerjaan               : Tani
Pendidikan             : SR (sekolah rakyat)
Foto Dokumentasi
               








Ketarangan: Foto Informan, Gunung Migit, Kayu Cendana

No comments:

Post a Comment