Monday, 19 September 2016

Sejarah Sastra di Tengah Keluarga Karya Ajip Rusidi



A.    Identitas Buku
Judul                      : Di Tengah Keluarga
Penulis                   : Ajip Rusidi
Penerbit                  : PT Dunia Pustaka Jaya
Tahun Terbit          : 1956
Halaman                 : 139
Tebal Buku            : 1 cm
Sampul Buku         : Putih, gambar para tokoh berwarna merah di tengah     sampul buku
Jenis Buku             : Fiksi/Sastra

B.     Biografi Ajip Rusidi
Ajip Rusidi (baca: Ayip Rosidi), lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938; umur 75 tahun) adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan.
Pendidikan Ajip Rusidi mulai menempuh pendidikan sekolah rakyat Jatiwangi (1950), selanjutnya menempuh Sekolah Menengah Pertama Negeri VIII Jakarta (1953) dan terakhir Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Meski tidak tamat sekolah menengah namun dia di percaya menjadi dosen di perguruan tinggi Indonesia, dan sejak 1967 juga mengajar di Jepang.
Pada 31 Januari 2011 ia menerima gelar Doktor honoris causa bidang ilmu Budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Keluarga Ia menikah dengah Fatimah Wirjadibrata (1955) dan di karuniai 6 anak yaitu: 1. Nunuk Nuki Aminten (1965), 2. Titi Surti Nastiti (1957), 3. Uga Perceka (1961), 4. Nundang Rundagi (1961), 5. Rangin Sambada (1963), 6. Titis Nitiswari.
Banyak karya Ajip beberapa di antaranya 1. Tahun-tahun Kematian (kmpulan cerpen) 1955, 2. Kutemu di Jalan (kumpulan sajak) 1956, 3. Pesta (kumpulan sajak 1956, 4. Di Tengah Keluarga (kumpulan cerpen) 1956, 4. Sebuah Rumah buah Haritua (kumpulan cerpen) 1957, 5. Cari Muatan (kumpulan sajak) 1959
C.    Ringkasan Novel
Pada kumpulan cerpen bagian kedua yang berjudul “Hari-hari Punya Malam” terdapat lima pengisahan yaitu Kejayaanku, Di Tengah Keluarga, Jati tak Berbunga Lagi, Sepeda, Kutukan.
Pada bagian pertama kumpulan cerpen ini diberi judul “Kekajaanku”. Maksud dari Kekayaanku di sini bukan dalam  arti bergelimang harta dengan segala kemewahannya, tapi tiada lain adalah bahwa Ajip mempunyai keluarga yang banyak. Kekayaan dalam ibu tiri, ayah tiri, dan saudara tiri. Dalam usianya yang masih kecil Ajip dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat rumit sehingga membentuk pola perilaku Ajip kedepannya. Dalam cerpen ini juga disebutkan bagaimana ibu tiri Ajip yang sangat pelit dan kejam yang tidak memperhatikan mertuanya sehingga hidup dalam kesusahan dan tentunya Ajip sendiri sebagai anak tiri dari ayah. Sikap Ajip yang tadinya biasa-biasa saja pada ibu tirinya tersebut berubah menjadi benih-benih kebencian yang semakin hari semakin tumbuh subur. Ditambah lagi mendengar cerita-cerita yang berkembang di masyarakat tentang kejahatan ibu tiri yang suka menggodok anaknya sehingga pandangan Ajip kepada sosok ibu tiri pun secara tidak langsung berubah karena adanya stigma negatif melalui cerita yang berkembang di masyarakat.
Cerpen kedua diberi judul “Di Tengah Keluarga”. Kiranya judul ini mewakili cerita keseluruhan dari kumpulan cerpen ini dimana ajip memang benar-benar hidup diantara keluarga ayah dan ibu ajip yang sudah berpisah sehingga hidup ajip kadang terlunta-lunta dan tak cukup diperhatikan oleh keduanya. Jadilah ajip mendapatkan perhatian lebih dari sang nenek yang selalu memanjakannya dengan makanan-makanan yang enak terlebih ketika ajip sekolah di kota dan jarang pulang. Keruwetan keluarga Ajip semakin bertambah manakala kakek Ajip (kakek tiri dari ayah tiri Ajip) kawin lagi dengan bibi Ajip. Dengan kondisi yang demikian, semakin komplekslah masalah yang dihadapi Ajip. Di usianya yang masih belia Ajip sudah dihadapkan dengan keadaan keluarga yang boleh dibilang carut marut dan kurang mendapat perhatian dari kedua orang tuanya terutama ayahnya. Sikap saling salah menyalahkan antar keduanya (ibu dan ayah kandung Ajip) membuat Ajip berada dalam ketidakpastian dan kebingungan dalam memilih keduanya.
Cerpen ketiga yakni “Jati Tak Berbunga Lagi”. Pada awalnya cerpen ini mendeskripsikan tentang asal-usul Jatiwangi. Keadaan sosiokultural masyarakat disana yang beragam ada Jawa dan Sunda. Bahkan Ajip sendiri merupakan keturunan dari ayah Sunda dan ibu Jawa. Ajip lebih kerasan dengan bahasa Sunda karena pada waktu itu bahasa Sunda banyak diajarkan di sekolah-sekolah dan juga banyak sekali buku-buku bahasa Sunda yang beredar di perpustakaan. Namun tidak kalah penting juga bahwa di dalam cerpen ini berkisah tentang buyut Ajip dari keluarga ibunya yang setiap pulang liburan disarankannya Ajip untuk berkunjung ke rumah buyutnya. Di sinilah ketidakpedulian seorang Ajip mulai terlihat. Sampai pada suatu ketika didapatinya buyutnya sudah tiada. Tak sedikitpun Ajip mengeluarkan air mata. Karena menganggapnya sudah biasa. Meninggalnya bujut Ajip tak membuatnya sedih ataupun menangis. Bahkan Ajip lebih mengatakan bahwa itu adalah hal yang biasa. Maksud biasa disini adalah karena Ajip sudah jenuh dengan keluhan-keluhan yang ia dapatkan dari sana sini sehingga tiada tempat baginya untuk mencurahkan keluh-kesahnya sendiri.
Cerpen keempat yakni “Sepeda”. Pada bagian ini menceritakan tentang tekad yang keras seorang Ajip untuk bisa mengendarai sepeda, hingga pada akhirnya Ajip bisa mengendarai sepada yang berukuran lebih besar dari besar tubuhnya. Tetapi perjuangan Ajip tidak sampai disitu, banyak cobaan Ajip untuk memiliki sepeda yang berukuran dua puluh empat inci itu. Dimulai dari Ajip harus meminta maaf kepada ibu tiri yang sangat dibencinya, hingga harus bersabar sekian lama untuk menunggu sepeda yang diinginkan. Tetapi pada saat sepeda itu telah Ajip miliki hanya beberapa minggu saja Ajip merawatnya dengan benar minggu berikutnya Ajip pun menghiraukan sepedanya yang kotor karena jarang dirawat.
Cerpen kelima yakni “Kutukan”. Pada bagian ini menceritakan tentang kisah nenek dan kakek Ajip yang selalu berkeluh kesah kepada Ajip karena prilaku ayahnya yang sangat tunduk sekali kepada istriya (ibu tiri Ajip), karena ketundukkan ayahnya itu sehingga nenek dan kakek Ajip merasa dirinya telah dicampakan oleh anak yang sedari kecil mereka rawat dan sekolahkan dengan baik meskipun pada jaman itu keadaan ekonomi mereka sangat terbatas, tetapi dikala ayah ajip sukses. Dia tidak membalas pengorbanan ayah dan ibunya. Sehingga ayah dan ibu ajib pun harus berusaha keras untuk mencari makan.
Pada kumpulan cerpen bagian kedua yang berjudul “Hari-hari Punya Siang” terdapat empat pengisahan, yaitu Seorang Jepang, Temanku Pergi Belajar, Koja, dan Hari Ini Aku Punya.
Ajip menceritakan kisah-kisang manis dengan memberitakan apa yang ia senangi berupa bahan nostalgianya ketika masih kanak-kanak. Pada cerpen pertama Seorang Jepang, mengenai kedatangan seorang Jepang ke tengah-tengah keluarga Ajip. Yang pada awalanya Ajip menyukai kedatangan orang Jepang tersebut karena dengan bangga rumah kakeknya selalu dikunjungi, di tambah ia dengan mudah mendapatkan apa yang ia inginkan, karena pemberian dari orang Jepang itu, walaupun sebenarnya dalam lubuk hati Ajip ia sulit menerima kedekatan ibunya dengan Mitsu (orang Jepang). Itulah salah satu karakter anak yang dipaparkan oleh Ajip, dengan keluguan semasa kecilnya. Namun tidak luput dari histori yang berkaitan dengan lingkungan sosialnya, seperti adanya Jepang dan keadaan masyarakat pada masa tersebut.
Anak-anak yang digambarkan oleh Ajip dalam kumpulan cerpen bagian kedua ini penuh dengan keriangan, kesedihan, canda, dan kepedulaian seorang anak terhadap teman bermain yang sangat jelas Ajip kisahkan dalam cerpen-cerpen tersebut. Dapat dilihat dalam cerpen Temanku Pergi Belajar bahwa walaupun kehidupan si teman begitu sulit tapi ia tetap bisa tertawa dan bercanda bersama Ajip, bahkan justru sebaliknya Ajip selalu ia hibur manakala sakit ataupun bersedih ketika diperolokkan.
Koja pada bagian ini Ajip dan neneknya berniat ingin pergi menuju rumah bi Rusih yang merawat kebun dan binatang ternak kepunyaan nenek ajip dan kemudian nenek ajip mempunyai maksud ingin memberitahu kepada bu Rusih untuk menyembelih binatang ternak nenek ajip tersebut. Mereka melewati pohon tebu yang rimbun dan lebat yang membuat rasa ingin ajip untuk memotong sedikit dari pohon tebu yang rimbun tersebut. Ketika itulah ajip dan neneknya bertemu dengan Mang Memet (centeng di Perkebunan tebu tersebut sekaligus adik dari ibu Rusih). Mang Memet pun mengantarkan ajip dan neneknya sampai ke rumah ibu Rusih.
Hari ini aku Punya. Pada bagian ini pula terjadi permasalahan ketika ajib dan kawan-kawannya pergi ke Cikeruh tanpa sepengetahuan nenek ajip. Ketika itu masalah kembali muncul, ketika ajip terseret arus air yang begitu besar. Kenakalan ajip yang tidak mendengarkan nasihat neneknya itu berbuah malapetaka. Lagi-lagi ajipun mendapatkan omelan dari neneknya.
D.      Daftar Pustaka
Rusidi, Ajip. 1956. Di Tengah Keluarga. Jakarta: Dinas Penerbit Balai Pustaka
Sumarjo, Jakob. 1975. Ajip Rusidi “Di Tengah Keluarga. Jakarta: Pikiran Rakyat, PDS no.78 tahun X, Rabu, 25 juni
Rosidi, Ajip. 1969. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Binatjipta

Gloss Jawa dan Sasak



Lampiran-Lampiran
No.
Gloss
Jawa
Sasak
1.
Abu
Awu
Awuk-awuk
2.
Air
Banyu
Aik
3.
Akar
Oyot
Akah
4.
Alir (me)
Mili
Ngeleh
5.
Anak
Anak
Kanak
6.
Angin
Angin
Angin
7.
Anjing
Asu
Basong
8.
Apa
Opo
Ape
9.
Api
Geni
Api
10.
Apung (me)
Ngambang
Ngompan
11.
Asap
Kebul
Pendet
12.
Awan
Mego
Awan
13.
Ayah
Apak
Amak
14.
Bagaimana
Kepiye
Berembe entan
15.
Baik
Apik
Solah
16.
Bakar
Obong
Tunuk
17.
Balik
Walik
Balik
18.
Banyak
Akeh
Loek
19.
Baring
Lumah
Pemiring
20.
Baru
Anyar
Baru
21.
Basah
Teles
Basak
22.
Batu
Watu
Batu
23.
Beberapa
Piro-piro
Seberembe, sepire
24.
Belah (me)
Sigar
Belak
25.
Benar
Bener
Tetu
26.
Bengkak
Aboh
Bak
27.
Benih
Bibit
Bibit
28.
Berat
Abot
Keberat
29.
Berenang
Langi
Ngonong
30.
Beri
Wenehi
Ngebing
31.
Berjalan
Mlaku
Lampak
32.
Besar
Gedhe
Belik
33.
Bilamana
Seumpomo
Missal
34.
Binatang
Kewan
Pranyaman
35.
Bintang
Lintang
Bintang
36.
Buah
Woh
Buak
37.
Bulan
Wulan
Bulan
38.
Bulu
Wulu
Bulu
39.
Bunga
Kembang
Kembang
40.
Bunuh
Mati
Matik
41.
Buru (ber)
Godhang
Bau
42.
Buruk
Elek
Lengek
43.
Burung
Manuk
Kedit
44.
Busuk
Bosok
Embus
45.
Cacing
Cacing
Lunge
46.
Cium (wanita dan bau)
Ambu
Siruk
47.
Cuci
Umbah
Besuk
48.
Daging
Daging
Jangan
49.
Dan
Lan
Dait
50.
Danau
Ranu
Anak segare
51.
Darah
Getih
Darak
52.
Datang
Teko
Dating
53.
Daun
Godhong
Daun
54.
Debu
Bledug
Kepuk
55.
Dekat
Cedhak
Rapet
56.
Dengan
Karo
Kance
57.
Dengar
Rungu
Ndengah
58.
Di dalam
Ing njero
Lek dalem
59.
Di mana
Ing ngendi
Lek embe
60.
Di sini
Ing kene
Lekte
61.
Di situ
Ing kono
Lekto
62.
Pada
Nyang
Lek
63.
Dingin
Adhem
Telih
64.
Diri (ber)
Ngadeg
Nganjeng
65.
Dorong
Surung
Sorong
66.
Dua
Loro
Due
67.
Duduk
Lungguh
Tokon
68.
Ekor
Buntut
Elong
69.
Empat
Papat
Empat
70.
Engkau
Awakmu
Side
71.
Gali
Kedhuk
Peloang
72.
Garam
Uyah
Sie
73.
Garuk
Kukur
Garok
74.
Gemuk, lemak
Gajih
Mokoh
75.
Gigi
Untu
Gigi
76.
Gigit
Cokot
Kakok
77.
Gosok
Gosok
Osok
78.
Gunung
Gunung
Gunung
79.
Hantam
Antem
Jagur
80.
Hapus
Busak
Osok
81.
Hati
Ati
Ate
82.
Hidung
Irung
Irung
83.
Hidup
Urip
Irup
84.
Hijau
Ijo
Ijo
85.
Hisap
Sedhot
Nyedit
86.
Hitam
Ireng
Bareng
87.
Hitung
Itung
Itung
88.
Hujan
Udan
Ujan
89.
Hutan
Alas
Gawah
90.
Ia
Deke
Auk
91.
Ibu
Simbok
Inak
92.
Ikan
Iwak
Empak
93.
Ikat
Cancang
Iket
94.
Ini
Iki
Ening
95.
Isteri
Bojo wadon
Senine
96.
Itu
Iku
Ie
97.
Jahit
Jait
Jait
98.
Jalan (ber)
Dalan
Langan
99.
Jantung
Jantung
Jantung
100.
Jatuh
Tiba
Terik
101.
Jauh
Adoh
Saok
102.
Kabut
Pedhut
Kabut
103.
Kaki
Sikil
Nain
104.
Kalau
Yen
Misan
105.
Kami, kita
Awake
Kitha
106.
Kamu
Kowe
Side
107.
Kanan
Tengen
Kanan
108.
Karena
Amargo
Lasing
109.
Kata (ber)
Omong
Ngraos
110.
Kecil
Cilik
Kudik
111.
Kelahi (ber)
Gelut
Besiak
112.
Kelapa
Sirah
Otak
113.
Kering
Garing
Gero
114.
Kiri
Kiwo
Kiri
115.
Kotor
Reget
Remong
116.
Kuku
Kuku
Kuku
117.
Kulit
Kulit
Lending
118.
Kuning
Kuning
Kuning
119.
Kutu
Tumo
Kutu
120.
Lain
Liyo
Bide
121.
Langit
Langit
Langit
122.
Laut
Segoro
Segare
123.
Lebar
Ombo
Galuh
124.
Leher
Gulu
Belong
125.
Lelaki
Lanang
Mame
126.
Lempar
Uncal
Sawut
127.
Licin
Lunyu
Lolat
128.
Lidah
Ilat
Elak
129.
Lihat
Sawang
Gitak
130.
Lima
Limo
Lime
131.
Ludah
Idu
Tijuk
132.
Lurus
Lempeng
Tepeng
133.
Lutut
Dhengkul
Jengku
134.
Main
Dolan
Kedheg
135.
Makan
Pangan
Mangan
136.
Malam
Bengi
Malem
137.
Mata
Mripat
Mate
138.
Matahari
Srengenge
Matahari
139.
Mati
Mati
Pelot
140.
Merah
Abang
Beak
141.
Mereka
Dheweke kabeh
Side pade
142.
Minum
Ombe
Nginem
143.
Mulut
Lambe
Biwih
144.
Muntah
Wutak
Ngutak
145.
Nama
Jeneng
Aran
146.
Napas
Ambeg
Berembok
147.
Nyanyi
Nyanyi
Nyanyi
148.
Orang
Uwong
Dengan
149.
Panas
Panas
Panas
150.
Panjang
Dowo
Bilo
151.
Pasir
Wedhi
Geres
152.
Pegang
Cekel
Tegen
153.
Pendek
Cendhek
Kontek
154.
Peras
Peres
Peres
155.
Perempuan
Wedok
Nine
156.
Perut
Weteng
Tian
157.
Pikir
Pikir
Angen
158.
Pohon
Wit
Lolo
159.
Potong
Kethok
Peleng
160.
Punggung
Geger
Bungkak
161.
Pusar
Udel
Puset
162.
Putih
Putih
Putek
163.
Rambut
Rambut
Bulu
164.
Rumput
Suket
Pupak
165.
Satu
Siji
Sekik
166.
Saya
Aku
Aku
167.
Sayap
Swiwi
Kletek
168.
Sedikit
Sitik
Sekedik
169.
Sempit
Ciut
Sempit
170.
Semua
Kabeh
Slapuk
171.
Siang
Awan
Kejelo
172.
Siapa
Sopo
Sayi
173.
Suami
Bojo lanang
Semami
174.
Sungai
Kali
Kokoh
175.
Tahu
Weruh
Taon
176.
Tahun
Taun
Tahun
177.
Tajam
Landhep
Tajem
178.
Takut
Wedi
Perot
179.
Tali
Tali
Tali
180.
Tanah
Lemah
Tanak
181.
Tangan
Tangan
Ime
182.
Tarik
Tarik
Antuk
183.
Tebal
Kandel
Teben
184.
Telinga
Kuping
Kentok
185.
Telur
Endhog
Telok
186.
Terbang
Abur
Terbang
187.
Tertawa
Guyu
Klelek
188.
Tetek
Susu
Susu
189.
Tidak
Ora
Endik
190.
Tidur
Turu
Tendok
191.
Tiga
Telu
Telu
192.
Tikam (me)
Bacok
Bacok
193.
Tipis
Tipis
Tipis
194.
Tiup
Nyebul
Tiup
195.
Tongkat
Teken
Gale
196.
Tua
Tuwek
Toak
197.
Tulang
Balung
Tolang
198.
Tumpul
Bujel
Tumpul
199.
Ular
Ulo
Ulah
200.
Usus
Usus
Usus